Selasa, 03 November 2009

Kumpulan Teori SDM

Secara konseptual, Sumber daya manusia (SDM) memandang manusia sebagai suatu kesatuan jasmani dan rohani. Oleh karenanya, kualitas SDM yang dimiliki oleh suatu bangsa dapat dilihat sebagai suatu sinergi antara kualitas rohani dan jasmani yang dimiliki oleh individu dari warga bangsa yang bersangkutan. Kualitas jasmani dan rohani tersebut oleh Emil Salim dalam Suhandana (1997:151) disebut sebagai kualitas fisik dan non fisik. Lebih lanjut, wujud kualitas fisik ditampakkan oleh postur tubuh, kekuatan, daya tahan, kesehatan, dan kesegaran jasmani.
Dari sudut pandang ilmu pendidikan, kualitas non fisik manusia mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kualitas domain kognitif digambarkan oleh tingkat kecerdasan individu, sedangkan kualitas domain afektif digambarkan oleh kadar keimanan, budi pekerti, integritas kepribadian, serta ciri-ciri kemandirian lainnya. Sementara itu, kualitas domain psikomotorik dicerminkan oleh tingkat keterampilan, produktivitas, dan kecakapan mendayagunakan peluang berinovasi.

Menurut Buchori (1993:57) “Sumber daya manusia dibentuk dari tiga dasar kata yaitu sumber, daya, dan manusia. Dari ketiganya tidak ada satu kata pun yang sulit dipahami artinya. Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai daya yang bersumber dari manusia. Daya ini dapat pula disebut kemampuan, tenaga, energi, atau kekuatan”. Walaupun demikian, istilah sumber daya manusia telah didefinisikan bermacam-macam oleh para pakar pendidikan maupun psikologi. Diantaranya ialah apa yang telah diutarakan oleh Suit (1996:35) yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah “Kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia”.
Menurut Nawawi dalam Makmur (2008:58) pengertian Sumber Daya Manusia perlu dibedakan antara pengertiannya secara makro dan mikro.
Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau jadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain.

Gunawan A. Wardhana sebagaimana yang dikutip oleh A.S. Munandar (1981:9) menyatakan bahwa “Sumber daya manusia mencakup semua energi, keterampilan, bakat, dan pengetahuan manusia yang dipergunakan secara potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat”.
Menurut Arifin (1998:76) dalam jurnal “Ilmu Pendidikan Islam STAIN Cirebon” yang berjudul “Nuansa Teosentris Humanistik Pendidikan Islam; Signifikansi Pemikiran Hasan Langgulung dalam Konstalasi Reformasi Pendidikan Islam”
Era globalisasi yang ditandai dengan transparansi di segala bidang kehidupan, telah menuntut SDM berkualitas yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai yang diimbangi dengan nilai-nilai tertentu sesuai dengan karakter dunia baru. Yaitu dunia tanpa batas (borderless world) yang berarti komunikasi antar manusia menjadi begitu mudah, begitu cepat, dan begitu intensif sehingga batas-batas ruang menjadi sirna. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain; profesionalisme, kompetitif, efektif dan efisien dalam tata kerja, sehingga fungsi pendidikan tidak sekadar sebagai agent of knowledge akan tetapi harus mampu mengakomodir pengalaman, keterampilan dan nilai-nilai globalisasi dalam satu paket pendidikan.
Dari hal tersebut orientasi pendidikan harus terkait dan sepadan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dengan berbagai sektor kebutuhan, terutama dunia industri dan dunia usaha. Untuk itu, maka para pakar khususnya futurolog pendidikan telah menyusun berbagai skenario mengenai karakteristik manusia, salah satunya sebagaimana pendapat Robert Reich yang dikutip oleh Mastuhu dalam makalah “Menuju Sistem Pendidikan Yang Lebih Baik Menyongsong Era Baru Pasca Orba” mengemukakan bahwa manusia berkualitas yang cerdas itu memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Added Values (memiliki nilai tambah, keahlian, profesionalisme)
2. Abstraction System Thinking (mampu berpikir rasional, mengabstraksikan suatu persoalan secara sistematis melalui pendekatan ilmiah objektif)
3. Experimentation and Test (mampu berpikir di balik data-data dengan melihat dari berbagai sudut)
4. Collaboration (mampu bekerja sama, bersinergi).

Selain daripada hal tersebut, Fattah (2000:6) menyebutkan dua dimensi sumber daya manusia.
Sumber Daya Manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif. Dimensi kualitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif sedangkan dimensi kuantitatif adalah terdiri atas prestasi dunia kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktifitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.”

Dari beberapa definisi di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia itu adalah tenaga atau kekuatan/kemampuan yang dimiliki oleh seseorang berupa daya pikir, daya cipta, dan daya karsa yang masih tersimpan dalam dirinya sebagai energi potensial yang siap dikembangkan menjadi daya-daya berguna sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.

Tidak ada komentar: